Kisah Hikmah dari Seorang Pemulung Cerdas

Ketika Warung Menjadi Tempat Belajar Hikmah

Cerita Hikmah dari Warung Kopi memang ta ada habisnya.Karena disinilah tempat berkumpulnya manusia dari semua kalangan.berikut akan Saya bagikan kisah hikmah yang Saya petik dari Interaksi antara pecinta Warung Kopi

Pada zaman bahula,orang tua Saya bilang,

"belajar sing temen ben pinter,mene sing gede ben dadi dokter".(belajar yang rajin biar pintar,nanti besar bisa jadi dokter)

Ternyata memang benar kata beliau,untuk jadi dokter syaratnya harus pinter,dan pinternya gak cukup di dalam otak saja,akan tetapi butuh bukti berupa angka-angka,sekaligus pengakuan negara pula.

Maksudnya harus memiliki ijazah sesuai disiplin ilmu yang didalaminya. Untuk mendapat pengakuan Negara tersebut juga butuh usaha,waktu dan tak sedikit biaya.

Doktrin itu nyatanya ngangenin (iklan keleuesss....😀), terlalu kuat mengakar di otak Saya. Sehingga dengan gampangnya bisa melabeli pinter untuk mereka yang memiliki jabatan dan profesi yang memang dibutuhkan kecerdasan otak dan pengakuan negara untuk mendapatkannya. Kalau sebaliknya sudah pasti tidak pinter.duh.....pemikiran yang dangkal banget.

Namun,Doktrin yang sudah lama mengakar di otak ini tiba-tiba buyar begitu saja saat bertemu dan bercengkerama dengan seorang pemulung. Ya....seorang pemulung.

cerita hikmah dari warung kopi

Ketika itu Saya sedang santai menghabiskan waktu luang di sebuah warung kopi. Tepatnya di kawasan Makam Sunan Giri,Gresik. di temani secangkir kopi yang tak kunjung habis,walaupun sudah genap sejam disana. Tak lupa sebatang rokok pun Saya hisap dengan penuh penghayatan.

Subhaanalloh....ini yang namanya salah satu kenikmatan surga yang tercecer di dunia.😁

Mungkin pemulung paruh bayah tersebut sudah terlalu lelah menjalani aktivitas yang oleh sebagian orang dipandang sebelah mata ini. Ia pun memesan segelas es teh dan duduk tepat disebelah kanan tempat duduk Saya.

"Mpon kantok kathah,Pak (sudah dapat banyak,pak)...?". Tanya Saya membuka percakapan. Saya memang suka begitu kalau ketemu orang baru,selalu memulai menyapa meskipun kadang tak ada kelanjutannya.

Dengan sigap lelaki yang dari tatapan matanya nampak sayu mengisyaratkan fisik dalam kondisi lelah tersebut menjabat tangan Saya,sambil berkata,"Alhamdulillah Mas,lumayan akeh..matur suwon lo Mas (Alhamdulillah Mas,Lumayan banyak..terima kasih lho Mas?".

"Suwon..?kangge nopo,Pak (terima kasih...?untuk apa,Pak)?".tanya Saya heran.

"Jarang-jarang ada yang mau menyapa bapak,ya....mungkin karena profesi dan penampilan Bapak yang seperti ini".Jawabnya.

"Ngge,sami-sami (Ya,sama-sama)".jawab Saya singkat.

Saya pun kembali fokus pada smartphone lagi tanpa hiraukan bapak pemulung tadi.

"Buka apa mas....?".tanya si Bapak memecah konsentrasi Saya.

"Ini pak,lagi baca artikel bahasa inggris. Tapi diterjemahin di google,maklum gak bisa bahasa inggris.hehehe......".

"Biasanya hasilnya acak-acakan lho mas,sulit difahami. Sini bapak yang nerjemahin".

Wuuueeee.....ini Bapak sok banget ya,pikir Saya.

"Oooo....masalah teknik SEO......,mas nya punya web atau blog?".

"Blog,Pak....".

Diluar dugaan,Dengan sangat mahirnya Ia menggelontorkan kata-kata dari sela kedua bibirnya. Ia menjelaskan panjang lebar seputar cara optimasi mesin pencarian (SEO) ini. Saya hanya terdiam menyimak uraiannya dengan seksama.dengan decak kagum yang juga luar biasa pula.

Setelah itu,Saya pun langsung berlagak layaknya jurnalis mengorek detil kabar berita dari sumbernya. Mencecarnya dengan beragam pertanyaan yang dengan sangat entengnya Ia jawab rentetan pertanyaan tersebut.

Salah satu jawaban dari pertanyaan yang Saya ajukan kepadanya,yakni "bapak blogger?".

Ia tidak menampiknya. Katanya dulu Ia adalah Blogger full time,sampai-sampai tak acuh kehidupan sosial. Jarang sekali bersosialisai dengan tetangga,apalagi shilaturrahmi dengan kerabatnya yang memang jauh domisilinya.

Karena alasan itu Ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dunia blogging.

Ya,Manusia introvert memang begitu kejiwaannya sering terpengaruh lingkungan. Pemalu,tidak suka di kritik,tak suka penolakan,tak ingin di komentari,terlalu memikirkan apa reaksi orang lain atas aksi yang AKAN dilakukan.

Karena terlalu sering berpikir akan mendapat respon negatif,Ia memilih tidak melakukan apapun.

Kebanyakan lebih suka menyendiri,menjauhi hingar bingar kehidupan dunia yang kian hari kian melunturkan nilai-nilai kesopanan ini.

Selain itu Ia juga beralasan sering melakukan tindakan negatif kalau berselancar di dunia maya.

Tahu sendiri kan?bahwa internet tidak hanya dipenuhi konten-konten positif saja,konten-konten negatif pun turut serta menjejali komunitas astral ini. Internet positif yang di canangkan pemerintah pun rasanya tidak ada gunanya,sangat mudah sekali dilewati.

Bahasan seputar SEO pun beralih ke topik lain. dimulai saat Ia melihat kantong plastik transparan yang Saya bawa.

"Wiiihhhh....bawaanya keren mas,punya sampean?"

"Bukan,Pak.titipan teman. lagian mana bisa baca yang ginian,ngaji Qur'an saja nggak bisa kok pak".Saya ngaku dari pada di sangka orang pinter.

Anda tahu apa yang ada didalam kantong plastik Saya?.Sebuah kitab dengan huruf arab tak berharokat.Al Hikam namanya.

Pengen juga sih baca dan memperdalam kitab karya Syekh Ibnu Atha'illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha'illah As-Sakandari ini.namun apa daya kasih tak sampai,otak tak sampai maksudnya.😁

"Coba tak lihat sini kitabnya...."

"Monggo Pak....!"

Dibukanya kitab kelas atas ini,dibaca dengan disertai terjemahan bahasa jawanya.

Sekali lagi Saya dibuatnya melongo. Tak disangka dan tak diduga,seorang pemulung ini mampu membaca,memahami,dan menjelaskan Al Hikam dengan begitu sempurna.

Multi talenta,serba bisa,atau pinternya gak ketulungan. Itu pendapat Saya setelah hampir 2 jam ngobrol santai di warung kopi.

Bodohnya Saya tidak menanyakan namanya,bodohnya Saya tak menanyakan alamat rumahnya. Menyesal....?,tentu saja. Karena kesempatan untuk bertemu untuk kali kedua hampir tidak ada,apalagi ketiga,keempat,kelima dan seterusnya. Mudah-mudahan saja Tuhan berkenan kembali mempertemukan kami di lain kesempatan.

Namun,ada pelajaran dan hikmah yang bisa Saya petik untuk bekal hidup.

Khususnya ketika bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menilai buku jangan hanya dilihat dari sampulnya, bahwa jangan menilai Seseorang hanya dari tampilan luarnya,dari profesinya,dari jabatannya,dari strata pendidikannya,dari harta dan kekayaannya saja.

Yakinlah diluaran sana masih banyak orang yang seperti Si Bapak pemulung tadi.

Mereka pinter tapi tidak pamer kepinterannya,mereka pinter tapi tidak berhasrat mendapat profesi yang layak dengan kepinterannya,mereka yang pinter tapi tidak memiliki bukti pengakuan dari pemerintah,mereka pinter tapi tidak menganggap dirinya lebih pinter dari yang lainnya.

Teringat dawuh Almaghfurlah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari (lahulfaatihah...!):

"Tidak akan memperoleh ilmu,orang yg malu dan sombong.karena air tidak akan pernah mengalir ke atas gunung".

Kadang Saya memang terlalu sering menganggap remeh orang dengan penampilan yang biasa-biasa saja. Akibatnya sering pula tak menghiraukan apa yang mereka samapaikan.

Padahal,semestinya untuk mendapat Ilmu,jangan lihat dari siapa,tapi dengarkan apa yang keluar dari mulutnya.

Jangan sombong jika ingin mendapat Ilmu,jangan pula malu untuk mengakui kebodohan demi memumdakan Ilmu masuk ke otak kita.

Posting Komentar untuk "Kisah Hikmah dari Seorang Pemulung Cerdas"